SMA Taruna Nusantara:
Ide pembuatan sekolah ini dicetuskan oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan saat itu, Jenderal LB Moerdani pada tanggal 20 Mei 1985 di Pendopo Agung Taman Siswa Yogyakarta.
Dia mempunyai visi untuk membangun sekolah yang mendidik manusia –
manusia terbaik dari seluruh Indonesia dan menghasilkan lulusan yang
dapat melanjutkan cita-cita para Proklamator. Ide ini diteruskan dengan
menandatangani MoU antara TNI dan Taman Siswa, yang merupakan organisasi kependidikan pertama di Indonesia, untuk membuat suatu lembaga bernama Lembaga Perguruan Taman Taruna Nusantara
(LPTTN). Lembaga ini merupakan kristalisasi dari visi Jenderal Moerdani
yang selanjutnya akan mengawasi proses pelaksanaan sekolah ini.
Sekolah ini diresmikan oleh Pangab saat itu, Jenderal Try Sutrisno pada tahun 1990.
Kampus yang menempati lahan seluas 18.5 hektare dan terdiri dari
komplek akademis, asrama siswa dan komplek perumahan pamong (guru) ini
merupakan sumbangan dari Akademi Militer yang berlokasi tidak jauh dari
tempat itu. Selama 6 tahun pertama, Taruna Nusantara hanya menerima
laki-laki sebagai siswanya dengan jumlah sekitar 245 orang. Namun mulai
tahun 1996,
LPTTN membuat kebijaksanaan baru dengan menerima angkatan putri pertama
sebanyak 70 orang. Untuk mengakomodasi perubahan ini, area sekolah
inipun diperluas menjadi 23 hektare.
Untuk menarik pemuda-pemudi terbaik dari seluruh strata sosial, LPTTN
menawarkan beasiswa penuh kepada pelajar yang diterima dengan dukungan
dana dari TNI yang mempunyai latar belakang politik dan keuangan yang
kuat. Para tenaga pengajar (pamong) juga mendapat gaji yang di atas
rata-rata serta fasillitas lainnya. Namun, setelah krisis ekonomi dan perubahan politik di tahun 1997,
LPTTN mengalami kesulitan keuangan sehingga pada tahun 2001
menghentikan kebijakan beasiswa penuh ini. Sekarang, pelajar terpilih
yang mempunyai kesulitan keuangan tetap mendapatkan beasiswa yang
diberikan baik oleh individual, perusahaan, maupun pemerintah daerah.
Walaupun sekolah ini sering disebut sebagai sekolah semi-militer,
kurikulum yang digunakan tidak 100% dari militer. SMA TN memakai sistem
kurikulum yang dibuat oleh Depdiknas sehingga bisa dibilang SMA TN sama
dengan SMA lainnya. Tetapi, ada beberapa perbedaan yang cukup mencolok
seperti kesatuan dari seluruh elemen pendidikan dan sistem yang khas
yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari serta kegiatan sekolah
pada umumnya. Bertolak belakang dengan kepercayaan umum, lulusan sekolah
ini tidak punya kewajiban untuk memilih militer sebagai kelanjutan
pendidikannya. Bahkan, sebagian besar lulusan SMA TN melanjutkan
pendidikannya di sekolah non-militer, walaupun bisa dikatakan kalau yang
memilih militer sebagai kelanjutan studinya jauh lebih besar dari SMA
lain pada umumnya.